Peringatan Hari anti Narkotika jatuh pada 26 Juni, tidak berkaitan secara langsung dengan Hari Anti Penyiksaan, pada praktiknya Penyiksaan dan Perlakuaan yang kejam, seringkali menimpa orang-orang yang menjadi korban narkotika dan harus berhadapan dengan hukum. Penyiksaan dalam bentuk pemukulan, penendangan dan penyundutan yang dialami oleh BHP (16 tahun) dan Rere (16 tahun), dilakukan oleh petugas kepolisiaan untuk mencari pengakuan bahwa narkotika yang ditemukan didekatnya adalah milik mereka dan dengan dalih pengembangan penyidikan untuk mencari penjual/pengedar narkotika, BHP dan RR terus menerus mengalami penyiksaan. Penghukuman yang kejam menjadi suatu cerita yang sering diutarakan oleh pecandu-pencandu narkotika yang harus ditahan, seperti yang dialami YW yang harus merasakan sakit karena kecanduaan, di ruang-ruang tahanan walaupun pada saat pemeriksaan YW sudah memberitahu kepada Penyidik bahwa dia sedang menjalani proses rehabiliitasi dengan cara subsitusi dan harus membutuhkan narkotika subsitusi setiap harinya.
Kasus yang menimpa, BHP, RR dan YW merupakan cerminan kasus yang coba ditangani oleh PBHI dan diungkap dalam persidangan, namun sampai saat ini Penyiksaan dan Penghukuman Kejam adalah kejahatan tanpa pidana, bukan saja karena aturannya tidak ada namun juga karena pelakunya adalah aparat penegak hukum, sehingga hakim yang memeriksa perkara tidak berani mengusut tuntas fakta-fakta penyiksaan yang tergambar didalam persidangan.
Peristiwa yang dialami oleh BHP, RR dan YW sebenarnya tidak perlu terjadi bila Pemerintah secara serius Mengadopsi Konvensi Anti Penyiksaan dan Penghukuman yang Kejam sebagaimana yang telah diratifikasi dalam UU No 5 Tahun 1998 dengan membuat UU Tersendiri yang mengimplementasikan Konvensi Anti Penyiksaan dan Penghukuman yang Kejam dan/atau dengan memasukan kedalam Pembaharuan Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana yang saat ini enggan diselesaikan oleh Pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut diatas Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia sebagai organisasi masyarakat yang memiliki visi “Terwujudnya Negara yang menjalankan kewajibanya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi Hak Asasi Manusia, dengan ini menyatakan :
1. Menuntut Negara Menjadikan Penyiksaan dan Perlakukan yang kejam adalah suatu kejahatan yang harus dihukum dengan mengadopsi Konvensi Anti Penyiksaan dan Perlakukan yang kejam dalam Pembaharuan Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana atau diatur dalam Undang-Undang tersendiri;
2. Meminta Negara menyediakan sarana pengaduan terhadap orang-orang yang menjadi korban penyiksaan dan perlakuaan yang kejam.
3. Meminta Negara untuk menyediakan sarana kontrol yang bersifat aktif dalam pembaharuan hukum acara pidana terhadap kewenangan aparat penegak hukum khususnya penahanan.
4. Menuntut Negara untuk menjamin hak tersangka / terdakwa dihormati, dilindungi dan dipenuhi oleh Aparat Penegak Hukum.
5. Meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap Perang atas peredaran gelap narkotika, sehingga tidak menimbulkan akibat Penyiksaan, Perlakukaan yang kejam terhadap Korban (Pengguna) Narkotika yang berhadapan dengan hukum.
Jakarta, 26 Juni 2011
DIV. ADVOKASI DAN BANTUAN HUKUM
PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA – PBHI
Totok Yuliyanto
Phone: 085881711782
Source: Siaran Pers PBHI
Pic: google
File PDF silahkan didownload disini