Pada era sekarang yang biasa kita sebut era repot nasi reformasi. Ternyata geliat perubahan untuk meningkatkan posisi tawar kaum perempuan menjadi setara, masih jauh dekat sama saja dari harapan . Saya yakin sekali dahulu kala RA Kartini berjuang dengan segala upaya nya untuk meningkatkan derajat perempuan tidak hanya dengan aksi pakai kain dan kebaya, tapi saya yakin sekali beliau berjuang sampai titik darah penghabisan mengorbankan jiwa dan raganya (yang tentunya tidak hanya melakukan fashion show bukan?). Tapi ya itulah realita dihadapan kita, ketika semua hal yang berbau industri malah kita sebut sebagai PERUBAHAN.
Mengacu pada Lingua edisi bulan Mei dibahas mengenai posisi perempuan didalam masyarakat, perempuan lebih mudah mendapatkan kekerasan fisik, psikolgois, seksual dan juga ekonomi, adanya pola bentukan didalam masyarakat yang secara tidak disadari yang menganggap perempuan dan membuat perempuan jadi di nomor duakan.
Perlu ditekankan kembali disini bahwa Negara kita telah menandatangani serta menyetujui dalam hal ini meratifikasi Konvensi Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) yang lebih membahas akan hak-hak perempuan didalamnya dikarenakan adanya ketidak adilan gender
Dan negara yang meratifikasi kovenan tersebut berkewajiban membuat peraturan-peraturan yang tepat dalam hal ini untuk azas persamaan laki-laki dan perempuan, menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang sama dengan kaum laki-laki, tidak melakukan tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan dan menjamin pejabat pemerintah dan lembaga bertindak sesuai kewajiban tersebut, membuat peraturan yang tepat untuk penghapusan diskriminasi dari perorangan, organisasi atau perusahaan bahkan peundang-undangan dan peraturan-peraturan seharusnya melarang bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Ini semua tercantum dalam Konvensi Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW)Bagian I pasal 2(a sampai g)
Komponen-komponen negara seperti undang-undang dan lembaga-lembaga pemerintah seharusnya mempunyai perspektif perempuan dan melindungi perempuan dari tindakan-tindakan yang menomorduakan perempuan. Didalam UUD 45 Bab X A mengenai Hak Asasi Manusia pasal 28A sampai 28J dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan untuk pemenuhan hak antara kaum laki-laki dan perempuan selama konteksnya masih seorang MANUSIA dan negara juga mengaturnya untuk kesetaraan antara kaum laki-laki dan perempuan walau masih sebatas dalam UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Huuummm cukup berat juga bahasan kita sekarang .. Semoga sobat-sobat ga kelenger bacanya ya. Karena menurut saya, ini benar-benar masalah penting bagi paradigma bangsa terhadap perempuan kedepannya .
Mmmmm bagaimana ya tanggapan anda 🙂 . . . ?
sumber : LITBANG STIGMA
image : www.lib.monash.edu.au
makanya cwek juga harus bisa karete… biar nanti kalo ada yang macem2… langsung tonjok aja…. hiks…hiks…. wakakakak
*kaburrrrrrrr*
tapi sekarang udah beda kayanya, tidak seperti jaman dulu yang wanita selalu dijajah pria 😀
Begini bos, agama, budaya dan mitos itu berbeda. Kayakinan pun memiliki dimensi vibrasi quntum yang berbeda-beda walaupun satu agama, budaya & satu mitos. Tingkat keyakinan & rasa pasti tidak sama.
Menyaol wanita dalam prepekif agama "apapun" sebaiknya buka kembali literaturnya supaya lebih komprehensif hasilnya.
@masenchipz : wah bagus juga tuh idenya 😉
@juned : sekarang sih udah tebalik kayanya kang ya.. 😀
@quwu : trims commentnya, betul sekali kita harus melihat ini dari berbagai perspektif dan membuka terus diskusi yang “kritis” dan “membebaskan”.
ya gitu deh… perempuan selalu di nomor duakan.. kenapa ya.. emansipasi jdnya sia2 aja deh…
mangkanya para wanita jangan mau di nomorduakan apalagi diduakan hehehehehe :))
saya setuju ” pembebasaan ” dari pada ” kebebasan”.. atau juga mungkin istilah na ” tanggung jawab” versus “liberalisme”
hehehe.. berat euy postingan nana.. mendingan kabuurrrrr
tapi banyak yg salah kaprah ttg emansipasi ini. mungkin Kartini sendiri akan merasa prihatin dengan keadaaan wanita saat ini
Menurut saya sebagai perempuan, saya merasa bangga therhadap perempuan zaman sekarang, banyak perempuan sudah menduduki meja DPR, sudah bisa menduduki meja direktur PT besar di indonesia, sampai pada perempuan sudah banyak yang mengendarai beca. Sekarang sudah pasti beban perempuan lebih berat daripada pria, karena sudah kodratnya laki-laki menafkahi keluarganya jadi saat bekerja dikantoran para lelaki belum tentu bekerja dengan memikirkan keadaan keluarganya dirumah. Tapi para aperempuan saat bekerja di kantor, sebelum berangkat keluar dari rumah, pasti memastikan dulu keadaan suami dan anak-anaknya dari yang siap berpakaian sampai pada sudah sarapan atau belum?
sudah saatnya perempuan sekarang disebut sebagai super mom
tapi banyak yg salah kaprah ttg emansipasi ini. mungkin Kartini sendiri akan merasa prihatin dengan keadaaan wanita saat ini
mangkanya para wanita jangan mau di nomorduakan apalagi diduakan hehehehehe :))
Menurut saya sebagai perempuan, saya merasa bangga therhadap perempuan zaman sekarang, banyak perempuan sudah menduduki meja DPR, sudah bisa menduduki meja direktur PT besar di indonesia, sampai pada perempuan sudah banyak yang mengendarai beca. Sekarang sudah pasti beban perempuan lebih berat daripada pria, karena sudah kodratnya laki-laki menafkahi keluarganya jadi saat bekerja dikantoran para lelaki belum tentu bekerja dengan memikirkan keadaan keluarganya dirumah. Tapi para aperempuan saat bekerja di kantor, sebelum berangkat keluar dari rumah, pasti memastikan dulu keadaan suami dan anak-anaknya dari yang siap berpakaian sampai pada sudah sarapan atau belum?
sudah saatnya perempuan sekarang disebut sebagai super mom