Siaran Pers Ourvoice: Hari Transgender Internasional

banirisset

“Wujudkan Keadilan Bagi Transgender Dan Transeksual Sebagai Warga Negara”

Sebelum memulai kegiatan belajar kita, mari berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa dimulai, ungkap Maura ketua kelas Transchool Sanggar Waria Remaja (Swara) Jakarta.

Begitulah salah satu cara kelompok Transgender di Jakarta mengungkapkan spritualitas dan rasa terima kasih kepada Tuhan ketika akan memulai kegiatan belajar. Tapi apakah kemudian ajaran agama mengajarkan cinta kasih kepada kelompok Transgender/Transeksual sebagai umat manusia?
20 November setiap tahunnya diperingati Hari Transgender International. Tonggak peringatan ini berawal dari dibunuhnya Rita Hester oleh orang tak dikenal pada 28 November 1998. Rita seorang Transgender dan aktivis di San Francisco, Amerika Serikat.


Pembunuhan Transgender yang dialami oleh Rita bukan hanya terjadi di USA saja, tetapi juga di Indonesia. Penembakan 3 Waria di Taman Lawang, Jakarta Pusat pada 4 Maret 2011 yang menewaskan satu orang Waria bernama Faisal Harahap alias Shakira Lopes. Sampai sekarang pelaku pembunuhan masih berkeliaran karena belum pernah dihukum.

Transgender adalah seseorang yang memainkan peran gender tidak mengikuti peran gender umumnya masyarakat setempat. Misalnya, seorang laki-laki yang berperan gender macho, kuat, menggunakan pakaian jeans, rambut pendek, berkemeja tetapi kemudian menggunakan pakaian rok,blus, berlipstik, rambut panjang, menggunakan make up dan lemah lembut. Maka biasanya akan disebut dengan Waria (Wanita-Pria).

Transgender sendiri bukan hanya untuk lak-laki ke perempuan tetapi juga bagi perempuan yang memainkan peran gender ke laki-laki, biasanya disebut dengan tomboy. Transgender tentu tidak sama dengan transeksual. Jika Transgender hanya meyangkut soal peran gender dalam konteks sosial atau penampilan “phisik”. Sedangkan transeksual jauh dari persoalan peran sosial ataupun penampilan secara biologis tetapi meyangkut banyak aspek seperti; sosial, budaya, politik, maupun psikologis.

Sebagian transeksual mengalami persoalan atas keberadaan tubuh sendiri, sehingga ada pendapat bahwa seorang transeksual adalah “terperangkap dalam tubuh yang salah”. Memiliki penis tapi merasa perempuan atau bervagina tapi merasa laki-laki. Alat kelamin phisik (penis-vagina) menjadi penentu utama jenis kelamin seseorang. Sehingga sebagian pihak berpendapat seseorang disebut transeksual ketika melakukan operasi “penyesuaian” kelamin atau therapy hormon secara medis. Pendapat ini menjadi terjebak pada persoalan medis/teknis dalam menentukan jenis kelamin seseorang. Padahal jenis kelamin manusia tidak bisa ditentukan oleh tindakan medis semata tetapi ada aspek sosial, budaya, politik maupun psikologis yang perlu dipertimbangkan.

Karena perbedaan peran Transgender dan Transeksual , seseorang kehilangan akses-akses dasar sebagai warga negara, seperti kehilangan akses pendidikan, kesehatan dan administrasi kependudukan. Sampai sekarang Indonesia belum mempunyai kebijakan afirmatif action untukmemastikan kelompok Transgender/Transeksual dapat mengakses pendidikan dan pekerjaan yang layak disektor formal secara adil.

Also Read

Bagikan:

Tags

1 thought on “Siaran Pers Ourvoice: Hari Transgender Internasional”

Leave a Comment


For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.